Minggu, 27 Januari 2013

KETOPRAK

Dalam jagad kesenian negeri ini, ketoprak menjadi salah satu icon penting yang menyuguhkan lakon cerita tentang kehidupan dan sejarah kemanusiaan. Ketoprak menjadi media pertunjukan untuk mementaskan cerita dalam  kehidupan dan kearifan Jawa. Ketoprak menjadi media hiburan bagi warga di tengah keringnya kehidupan manusia akibat krisis yang membelit. Semacam oase yang menyejukkan kehidupan warga, media hiburan alternatif yang tetap menguarkan nilai-nilai sejarah dalam setiap fragmen, kearifan lokal dan sindiran kebudayaan yang kental. Di tengah gempuran media radio, televisi, internet dan media lainnya, Ketoprak senantiasa eksis dalam derap kehidupan warga di berbagai daerah.

Selain menjadi media hiburan, pertunjukan ketoprak juga menjadi media cerita sejarah kepada masyarakat. Umumnya, lakon-lakon yang dipentaskan kesenian ketoprak seputar babad, legenda maupun sejarah yang terjadi di berbagai daerah. Cerita-cerita inilah yang kemudian menjadi kokoh dalam kehidupan warga. Cerita tentang kehidupan kerajaan Majapahit, kerajaan Airlangga, kerajaan Demak, kerajaan Ngayogjokarto, tentang kepahlawanan Gajah Mada, Adipati Unus, perjuangan Walisanga, maupun kisah unik jejak kehidupan tokoh Saridin (Syeh Jangkung) dan cerita lain yang familiar dalam kehidupan warga. Dengan demikian, kesenian ketoprak menjadi media penting yang senantiasa menjadi sejarah manusia agar tetap abadi. Pada titik inilah, perjuangan penggiat seni ketoprak patut diapresiasi. Di tengah krisis kebudayaan bangsa ini, perjuangan penggiat kesenian lokal menjadi “ijtihad” penting, agar kesenian dan kekayaan budaya negeri ini menjadi identitas kemanusiaan bangsa.
Akan tetapi, perjuangan pekerja seni ketoprak dalam ngugemi (menjaga) nilai-nilai kearifan lokal dan rekaman sejarah tak sebanding dengan apresiasi yang diterima. Penggiat ketoprak senantiasa asing dari gelegar penghargaan kesenian dan kebudayaan negeri ini. Perjalanan kehidupan penggiat ketoprak senantiasa dibayangi mendung hitam, hal ini dikarenakan biaya hidup semakin tinggi dan hasil pertunjukan kesenian ketoprak semakin memprihatinkan . Padahal, besarnya upah penggiat ketoprak ditentukan banyaknya pagelaran yang dijalani. Tanpa adanya panggilan pertunjukan, penghasilan penggiat ketoprak akan berhenti total. Inilah tragedi kehidupan pekerja kesenian negeri, di tengah agenda nasional dalam mengapresiasi khazanah kebudayaan bangsa.

Grup kesenian ketoprak membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar senantiasa eksis dalam jagad kebudayaan bangsa. Apreasiasi inilah yang akan memperbesar pangsa pasar ketoprak di berbagai daerah. Selain itu, penggiat Ketropak dituntut untuk kreatif dalam merespons perkembangan zaman. Cerita dalam pentas ketoprak diharapkan berkelindan dengan tuntutan penonton. Akan tetapi, naskah cerita juga harus orisinil agar tak melenceng dari struktur cerita yang telah bersemayam dalam gerak kehidupan warga. Pada titik inilah kinerja kreatif penggiat kesenian ketoprak menemukan muaranya. Untuk itu, segmentasi pasar grup ketoprak kian diperkaya berbagai macam pilihan, untuk memenuhi selera pasar. Ketoprak konvensional yang masih memenuhi paugeran (aturan) klasik, seperti urutan cerita yang harus bermula dari jejer kraton dan dialog sepenuhnya menjadi bagian  para pemain, tetap memiliki pasar tersendiri. Selain itu, grup ketoprak yang berubah dengan perkembangan musik dan teater kontemporer, makin diminati. Grup ketoprak seperti ini, memanggungkan naskah cerita yang sesuai dengan kondisi kehidupan warga.
  Ada puluhan grup ketoprak di Getasan yang tetap survive karena permintaan pasar tetap stabil. Diantaranya, Siswo Budoyo, Cahyo Mudho, Langen Marsudi Rini, Wahyu Budhoyo, Bangun Budhoyo, Ronggo Budoyo, Dwijo Gumelar, Kridho Carito, Konyik Pati, Manggala budaya serta beberapa grup ketoprak lain.
Grup-grup ketoprak ini mementaskan berbagai macam lakon, semisal Syeh Jangkung (Andum Waris, Geger Palembang, Ontran-ontran Cirebon, Bedhahing Ngerom, Sultan Agung Tani, Lulang Kebo Landoh), Dalang Sapanyana-Yuyu Rumpung, Babad Juwana (Dewi Rara Pujiwati Gugur, Adipati Patak Warak Mbalelo, Maling Kapa Maling Gentiri), Rara Mendut-Pranacarita, Baron Sekeber-Rara Suli, Anda Rante, Mutamakkin dan lakon lainnya. Selain itu, naskah-naskah cerita  hasil gubahan kreatif sutradara ketoprak juga banyak bermunculan. Cerita-cerita  yang merespon kondisi sosial negeri ini, menjadi “jeda” agar penonton tak bosan dengan cerita yang lama.
Grup-grup ketoprak ini biasanya pentas selain bulan Sura (Muharram) dan Pasa (Ramadhan) dalam penanggalan Jawa. Pada bulan Madilawal, Madilakir, Rejeb, Ruwah, Sawal, Apit dan Besar, grup ketoprak laris tanggapan pentas seperti agenda pernikahan dan khitan.  Akan tetapi, tak semua grup ketoprak yang mendapat undangan pentas stabil setiap tahunnnya. Penggiat grup ketoprak kecil lebih banyak libur daripada menjalani tanggapan pentas. Hal inilah yang seharusnya mendapat perhatian tinggi dari warga negeri ini. Kesenian ketoprak hendaknya dilestarikan sebagai bagian kekayaan kebudayaan negeri ini.
Gerak kehidupan grup ketoprak yang semakin sempit, menjadi hal ironis di tengah agenda kebudayaan bangsa. Warga negeri ini, hendaknya mengapreasiasi grup ketoprak sebagai bagian penting khazanah kebudayaan bangsa. Warga sebaiknya tidak hanya memberikan penghargaan atas perjuangan penggiat ketoprak, akan tetapi undangan pentas lebih berarti daripada sekedar penghargaan sepintas.
Untuk itulah, apresiasi warga dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk melestarikan grup ketoprak di tengah ragam kesenian negeri ini. Pemerintah hendaknya memberikan ruang apreasiasi tinggi pada kelangsungan hidup grup ketoprak, dengan membangun ruang kesenian dan mengadendakan pertujukan resmi secara kontinyu.
Pertunjukan resmi kesenian ketoprak atas prakarsa pemerintah daerah akan memberikan kesejukan bagi penggiat kesenian ketoprak. Dengan demikian, publik akan lebih mengenal ketoprak sebagai kesenian yang memanggungkan kearifan dan nilai-nilai etika kehidupan. Apresiasi warga dan dukungan pemerintah inilah, yang menjadikan grup ketoprak di Getasan dan sekitarnya dan juga berbagai kota besar seperti jogja serta daerah lain senantiasa berdenyut dalam jantung kehidupan negeri ini.

0 komentar:

Posting Komentar

selamat datang

Ruang Komunikasi

BUDAYA GETASAN ADALAH SEBUAH SITUS YANG MEMBAHAS TENTANG BERBAGAI BUDYA DAN TEMPAT-TEMPAT YANG MENARIK DI KECAMATAN GETASAN

Blog-blog Terkait

Arsip

Pojok Blog

widget

Pages

Powered By Blogger

Followers

About Me

Foto Saya
budayagetasan
nama saya andri bn wiwid bin eko p
Lihat profil lengkapku

Minggu, 27 Januari 2013

KETOPRAK

Dalam jagad kesenian negeri ini, ketoprak menjadi salah satu icon penting yang menyuguhkan lakon cerita tentang kehidupan dan sejarah kemanusiaan. Ketoprak menjadi media pertunjukan untuk mementaskan cerita dalam  kehidupan dan kearifan Jawa. Ketoprak menjadi media hiburan bagi warga di tengah keringnya kehidupan manusia akibat krisis yang membelit. Semacam oase yang menyejukkan kehidupan warga, media hiburan alternatif yang tetap menguarkan nilai-nilai sejarah dalam setiap fragmen, kearifan lokal dan sindiran kebudayaan yang kental. Di tengah gempuran media radio, televisi, internet dan media lainnya, Ketoprak senantiasa eksis dalam derap kehidupan warga di berbagai daerah.

Selain menjadi media hiburan, pertunjukan ketoprak juga menjadi media cerita sejarah kepada masyarakat. Umumnya, lakon-lakon yang dipentaskan kesenian ketoprak seputar babad, legenda maupun sejarah yang terjadi di berbagai daerah. Cerita-cerita inilah yang kemudian menjadi kokoh dalam kehidupan warga. Cerita tentang kehidupan kerajaan Majapahit, kerajaan Airlangga, kerajaan Demak, kerajaan Ngayogjokarto, tentang kepahlawanan Gajah Mada, Adipati Unus, perjuangan Walisanga, maupun kisah unik jejak kehidupan tokoh Saridin (Syeh Jangkung) dan cerita lain yang familiar dalam kehidupan warga. Dengan demikian, kesenian ketoprak menjadi media penting yang senantiasa menjadi sejarah manusia agar tetap abadi. Pada titik inilah, perjuangan penggiat seni ketoprak patut diapresiasi. Di tengah krisis kebudayaan bangsa ini, perjuangan penggiat kesenian lokal menjadi “ijtihad” penting, agar kesenian dan kekayaan budaya negeri ini menjadi identitas kemanusiaan bangsa.
Akan tetapi, perjuangan pekerja seni ketoprak dalam ngugemi (menjaga) nilai-nilai kearifan lokal dan rekaman sejarah tak sebanding dengan apresiasi yang diterima. Penggiat ketoprak senantiasa asing dari gelegar penghargaan kesenian dan kebudayaan negeri ini. Perjalanan kehidupan penggiat ketoprak senantiasa dibayangi mendung hitam, hal ini dikarenakan biaya hidup semakin tinggi dan hasil pertunjukan kesenian ketoprak semakin memprihatinkan . Padahal, besarnya upah penggiat ketoprak ditentukan banyaknya pagelaran yang dijalani. Tanpa adanya panggilan pertunjukan, penghasilan penggiat ketoprak akan berhenti total. Inilah tragedi kehidupan pekerja kesenian negeri, di tengah agenda nasional dalam mengapresiasi khazanah kebudayaan bangsa.

Grup kesenian ketoprak membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar senantiasa eksis dalam jagad kebudayaan bangsa. Apreasiasi inilah yang akan memperbesar pangsa pasar ketoprak di berbagai daerah. Selain itu, penggiat Ketropak dituntut untuk kreatif dalam merespons perkembangan zaman. Cerita dalam pentas ketoprak diharapkan berkelindan dengan tuntutan penonton. Akan tetapi, naskah cerita juga harus orisinil agar tak melenceng dari struktur cerita yang telah bersemayam dalam gerak kehidupan warga. Pada titik inilah kinerja kreatif penggiat kesenian ketoprak menemukan muaranya. Untuk itu, segmentasi pasar grup ketoprak kian diperkaya berbagai macam pilihan, untuk memenuhi selera pasar. Ketoprak konvensional yang masih memenuhi paugeran (aturan) klasik, seperti urutan cerita yang harus bermula dari jejer kraton dan dialog sepenuhnya menjadi bagian  para pemain, tetap memiliki pasar tersendiri. Selain itu, grup ketoprak yang berubah dengan perkembangan musik dan teater kontemporer, makin diminati. Grup ketoprak seperti ini, memanggungkan naskah cerita yang sesuai dengan kondisi kehidupan warga.
  Ada puluhan grup ketoprak di Getasan yang tetap survive karena permintaan pasar tetap stabil. Diantaranya, Siswo Budoyo, Cahyo Mudho, Langen Marsudi Rini, Wahyu Budhoyo, Bangun Budhoyo, Ronggo Budoyo, Dwijo Gumelar, Kridho Carito, Konyik Pati, Manggala budaya serta beberapa grup ketoprak lain.
Grup-grup ketoprak ini mementaskan berbagai macam lakon, semisal Syeh Jangkung (Andum Waris, Geger Palembang, Ontran-ontran Cirebon, Bedhahing Ngerom, Sultan Agung Tani, Lulang Kebo Landoh), Dalang Sapanyana-Yuyu Rumpung, Babad Juwana (Dewi Rara Pujiwati Gugur, Adipati Patak Warak Mbalelo, Maling Kapa Maling Gentiri), Rara Mendut-Pranacarita, Baron Sekeber-Rara Suli, Anda Rante, Mutamakkin dan lakon lainnya. Selain itu, naskah-naskah cerita  hasil gubahan kreatif sutradara ketoprak juga banyak bermunculan. Cerita-cerita  yang merespon kondisi sosial negeri ini, menjadi “jeda” agar penonton tak bosan dengan cerita yang lama.
Grup-grup ketoprak ini biasanya pentas selain bulan Sura (Muharram) dan Pasa (Ramadhan) dalam penanggalan Jawa. Pada bulan Madilawal, Madilakir, Rejeb, Ruwah, Sawal, Apit dan Besar, grup ketoprak laris tanggapan pentas seperti agenda pernikahan dan khitan.  Akan tetapi, tak semua grup ketoprak yang mendapat undangan pentas stabil setiap tahunnnya. Penggiat grup ketoprak kecil lebih banyak libur daripada menjalani tanggapan pentas. Hal inilah yang seharusnya mendapat perhatian tinggi dari warga negeri ini. Kesenian ketoprak hendaknya dilestarikan sebagai bagian kekayaan kebudayaan negeri ini.
Gerak kehidupan grup ketoprak yang semakin sempit, menjadi hal ironis di tengah agenda kebudayaan bangsa. Warga negeri ini, hendaknya mengapreasiasi grup ketoprak sebagai bagian penting khazanah kebudayaan bangsa. Warga sebaiknya tidak hanya memberikan penghargaan atas perjuangan penggiat ketoprak, akan tetapi undangan pentas lebih berarti daripada sekedar penghargaan sepintas.
Untuk itulah, apresiasi warga dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk melestarikan grup ketoprak di tengah ragam kesenian negeri ini. Pemerintah hendaknya memberikan ruang apreasiasi tinggi pada kelangsungan hidup grup ketoprak, dengan membangun ruang kesenian dan mengadendakan pertujukan resmi secara kontinyu.
Pertunjukan resmi kesenian ketoprak atas prakarsa pemerintah daerah akan memberikan kesejukan bagi penggiat kesenian ketoprak. Dengan demikian, publik akan lebih mengenal ketoprak sebagai kesenian yang memanggungkan kearifan dan nilai-nilai etika kehidupan. Apresiasi warga dan dukungan pemerintah inilah, yang menjadikan grup ketoprak di Getasan dan sekitarnya dan juga berbagai kota besar seperti jogja serta daerah lain senantiasa berdenyut dalam jantung kehidupan negeri ini.

 
Template Indonesia | BUDAYA GETASAN
Aku cinta Indonesia