Selain menjadi media hiburan, pertunjukan ketoprak juga menjadi media cerita sejarah kepada masyarakat. Umumnya, lakon-lakon yang dipentaskan kesenian ketoprak seputar babad, legenda maupun sejarah yang terjadi di berbagai daerah. Cerita-cerita inilah yang kemudian menjadi kokoh dalam kehidupan warga. Cerita tentang kehidupan kerajaan Majapahit, kerajaan Airlangga, kerajaan Demak, kerajaan Ngayogjokarto, tentang kepahlawanan Gajah Mada, Adipati Unus, perjuangan Walisanga, maupun kisah unik jejak kehidupan tokoh Saridin (Syeh Jangkung) dan cerita lain yang familiar dalam kehidupan warga. Dengan demikian, kesenian ketoprak menjadi media penting yang senantiasa menjadi sejarah manusia agar tetap abadi. Pada titik inilah, perjuangan penggiat seni ketoprak patut diapresiasi. Di tengah krisis kebudayaan bangsa ini, perjuangan penggiat kesenian lokal menjadi “ijtihad” penting, agar kesenian dan kekayaan budaya negeri ini menjadi identitas kemanusiaan bangsa.
Minggu, 27 Januari 2013
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Dalam jagad kesenian negeri ini, ketoprak menjadi salah satu
icon penting yang menyuguhkan lakon cerita tentang kehidupan dan sejarah
kemanusiaan. Ketoprak menjadi media pertunjukan untuk mementaskan
cerita dalam kehidupan dan kearifan Jawa. Ketoprak menjadi media
hiburan bagi warga di tengah keringnya kehidupan manusia akibat krisis
yang membelit. Semacam oase yang menyejukkan kehidupan warga, media
hiburan alternatif yang tetap menguarkan nilai-nilai sejarah dalam
setiap fragmen, kearifan lokal dan sindiran kebudayaan yang kental. Di
tengah gempuran media radio, televisi, internet dan media lainnya,
Ketoprak senantiasa eksis dalam derap kehidupan warga di berbagai
daerah.
Selain menjadi media hiburan, pertunjukan ketoprak juga menjadi media cerita sejarah kepada masyarakat. Umumnya, lakon-lakon yang dipentaskan kesenian ketoprak seputar babad, legenda maupun sejarah yang terjadi di berbagai daerah. Cerita-cerita inilah yang kemudian menjadi kokoh dalam kehidupan warga. Cerita tentang kehidupan kerajaan Majapahit, kerajaan Airlangga, kerajaan Demak, kerajaan Ngayogjokarto, tentang kepahlawanan Gajah Mada, Adipati Unus, perjuangan Walisanga, maupun kisah unik jejak kehidupan tokoh Saridin (Syeh Jangkung) dan cerita lain yang familiar dalam kehidupan warga. Dengan demikian, kesenian ketoprak menjadi media penting yang senantiasa menjadi sejarah manusia agar tetap abadi. Pada titik inilah, perjuangan penggiat seni ketoprak patut diapresiasi. Di tengah krisis kebudayaan bangsa ini, perjuangan penggiat kesenian lokal menjadi “ijtihad” penting, agar kesenian dan kekayaan budaya negeri ini menjadi identitas kemanusiaan bangsa.
Selain menjadi media hiburan, pertunjukan ketoprak juga menjadi media cerita sejarah kepada masyarakat. Umumnya, lakon-lakon yang dipentaskan kesenian ketoprak seputar babad, legenda maupun sejarah yang terjadi di berbagai daerah. Cerita-cerita inilah yang kemudian menjadi kokoh dalam kehidupan warga. Cerita tentang kehidupan kerajaan Majapahit, kerajaan Airlangga, kerajaan Demak, kerajaan Ngayogjokarto, tentang kepahlawanan Gajah Mada, Adipati Unus, perjuangan Walisanga, maupun kisah unik jejak kehidupan tokoh Saridin (Syeh Jangkung) dan cerita lain yang familiar dalam kehidupan warga. Dengan demikian, kesenian ketoprak menjadi media penting yang senantiasa menjadi sejarah manusia agar tetap abadi. Pada titik inilah, perjuangan penggiat seni ketoprak patut diapresiasi. Di tengah krisis kebudayaan bangsa ini, perjuangan penggiat kesenian lokal menjadi “ijtihad” penting, agar kesenian dan kekayaan budaya negeri ini menjadi identitas kemanusiaan bangsa.
Akan tetapi, perjuangan pekerja seni ketoprak dalam ngugemi (menjaga)
nilai-nilai kearifan lokal dan rekaman sejarah tak
sebanding dengan apresiasi yang diterima. Penggiat ketoprak senantiasa
asing dari gelegar penghargaan kesenian dan kebudayaan negeri ini.
Perjalanan kehidupan penggiat ketoprak senantiasa dibayangi mendung
hitam, hal ini dikarenakan biaya hidup semakin tinggi dan hasil
pertunjukan kesenian ketoprak semakin memprihatinkan .
Padahal, besarnya upah penggiat ketoprak ditentukan
banyaknya pagelaran yang dijalani. Tanpa adanya panggilan pertunjukan,
penghasilan penggiat ketoprak akan berhenti total. Inilah tragedi
kehidupan pekerja kesenian negeri, di tengah agenda nasional dalam
mengapresiasi khazanah kebudayaan bangsa.
Grup kesenian ketoprak membutuhkan dukungan dari berbagai pihak
agar senantiasa eksis dalam jagad kebudayaan bangsa. Apreasiasi inilah
yang akan memperbesar pangsa pasar ketoprak di berbagai daerah. Selain
itu, penggiat Ketropak dituntut untuk kreatif dalam merespons
perkembangan zaman. Cerita dalam pentas ketoprak diharapkan berkelindan
dengan tuntutan penonton. Akan tetapi, naskah cerita juga harus orisinil
agar tak melenceng dari struktur cerita yang telah bersemayam dalam
gerak kehidupan warga.
Pada titik inilah kinerja kreatif penggiat kesenian ketoprak
menemukan muaranya. Untuk itu, segmentasi pasar grup ketoprak kian
diperkaya berbagai macam pilihan, untuk memenuhi selera pasar. Ketoprak
konvensional yang masih memenuhi paugeran (aturan) klasik, seperti
urutan cerita yang harus bermula dari jejer kraton dan dialog sepenuhnya
menjadi bagian para pemain, tetap memiliki pasar
tersendiri. Selain itu, grup ketoprak yang berubah dengan
perkembangan musik dan teater kontemporer, makin diminati. Grup ketoprak
seperti ini, memanggungkan naskah cerita yang sesuai dengan kondisi
kehidupan warga.
Ada puluhan grup ketoprak di Getasan yang tetap survive karena permintaan pasar tetap stabil.
Diantaranya, Siswo Budoyo, Cahyo Mudho, Langen Marsudi Rini, Wahyu
Budhoyo, Bangun Budhoyo, Ronggo Budoyo, Dwijo Gumelar, Kridho Carito,
Konyik Pati, Manggala budaya serta beberapa grup ketoprak lain.
Grup-grup ketoprak ini mementaskan berbagai macam lakon, semisal Syeh
Jangkung (Andum Waris, Geger Palembang, Ontran-ontran Cirebon, Bedhahing
Ngerom, Sultan Agung Tani, Lulang Kebo Landoh), Dalang Sapanyana-Yuyu
Rumpung, Babad Juwana (Dewi Rara Pujiwati Gugur, Adipati Patak Warak
Mbalelo, Maling Kapa Maling Gentiri), Rara Mendut-Pranacarita, Baron
Sekeber-Rara Suli, Anda Rante, Mutamakkin dan lakon lainnya. Selain itu,
naskah-naskah cerita hasil gubahan kreatif sutradara
ketoprak juga banyak bermunculan. Cerita-cerita yang
merespon kondisi sosial negeri ini, menjadi “jeda” agar penonton tak
bosan dengan cerita yang lama.
Grup-grup ketoprak ini biasanya pentas selain bulan Sura (Muharram) dan
Pasa (Ramadhan) dalam penanggalan Jawa. Pada bulan Madilawal, Madilakir,
Rejeb, Ruwah, Sawal, Apit dan Besar, grup ketoprak laris tanggapan
pentas seperti agenda pernikahan dan khitan.
Akan tetapi, tak semua grup ketoprak yang mendapat undangan pentas
stabil setiap tahunnnya. Penggiat grup ketoprak kecil lebih banyak libur
daripada menjalani tanggapan pentas. Hal inilah yang seharusnya
mendapat perhatian tinggi dari warga negeri ini. Kesenian ketoprak
hendaknya dilestarikan sebagai bagian kekayaan kebudayaan negeri ini.
Gerak kehidupan grup ketoprak yang semakin sempit, menjadi hal ironis di
tengah agenda kebudayaan bangsa. Warga negeri ini, hendaknya
mengapreasiasi grup ketoprak sebagai bagian penting khazanah kebudayaan
bangsa. Warga sebaiknya tidak hanya memberikan penghargaan atas
perjuangan penggiat ketoprak, akan tetapi undangan pentas lebih berarti
daripada sekedar penghargaan sepintas.
Untuk itulah, apresiasi warga dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan
untuk melestarikan grup ketoprak di tengah ragam kesenian negeri ini.
Pemerintah hendaknya memberikan ruang apreasiasi tinggi pada
kelangsungan hidup grup ketoprak, dengan membangun ruang kesenian dan
mengadendakan pertujukan resmi secara kontinyu.
Pertunjukan resmi kesenian
ketoprak atas prakarsa pemerintah daerah akan memberikan kesejukan bagi
penggiat kesenian ketoprak. Dengan demikian, publik akan lebih mengenal
ketoprak sebagai kesenian yang memanggungkan kearifan dan nilai-nilai
etika kehidupan. Apresiasi warga dan dukungan pemerintah inilah, yang
menjadikan grup ketoprak di Getasan dan sekitarnya dan juga berbagai kota besar seperti jogja serta daerah lain senantiasa berdenyut dalam jantung
kehidupan negeri ini.
0 komentar:
Posting Komentar